Sherlita Stephanie atau Lita berkicau sepanjang hari itu di Twitter. Dia kesal merasa dijebak sebagai pemilik empat butir obat alergi yang dituding polisi sebagai narkoba dalam razia di kawasan Bangka, Jakarta Selatan, pada Selasa dini hari, 19 Juni 2012.
Dari kicauan Lita, kasus ini tersebar luas. Masyarakat ikut marah atas apa yang dialami perempuan berambut panjang itu. "Saya ngetwit spontan dan tanpa tujuan apa-apa. Makanya kaget bisa sampai seheboh ini," ucapnya kepada VIVAnews.
Bidang Profesi dan Pengamanan Internal Polda Metro Jaya berjanji untuk memeriksa polisi yang melakukan razia di kawasan Bangka pada dini hari itu. Semua anggota diperiksa termasuk provost dan penanggungjawab razia.
"Dalam waktu dekat akan diperiksa. Kami lakukan pengecekan terhadap internal dulu, nanti kalau dibutuhkan baru periksa korban yang merasa dituduh memiliki narkoba tersebut," kata Kepala Bidang Propam Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Hari Harnowo, Rabu 20 Juni 2012.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, menjelaskan sejauh ini belum ada laporan terkait peristiwa itu. Karenanya propam memeriksa seluruh petugas terlebih dahulu. Kejadian ini menjadi perhatian sebab ramai dibicarakan publik. "Polisi akan lebih profesional, dan jangan apriori. Karena razia itu untuk keamanan dan kenyaman masyarakat itu sendiri," ujarnya.
Warga Tebet Jakarta Selatan itu belum dapat memastikan kapan dia akan melapor. "Saat ini saya ingin tenang dulu, setelah itu baru melapor," kata dia. Kejadian itu membuat Lita trauma bila melihat polisi. Menurutnya polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat hanyalah slogan. "Mereka kasar, saya jadi takut," ujarnya.
Cerita Lita
Perempuan yang bekerja di sebuah event organizer itu menjelaskan saat itu dia dan temannya, Yasmin, baru saja pulang dari kawasan Kemang. Ketika tiba di Jalan Bangka, Kijang Innova yang dikendarai Lita diberhentikan sejumlah petugas yang melakukan razia. Polisi yang berjumlah sepuluh orang langsung meminta mereka turun. Dengan nada keras, mereka menyuruh Lita menunjukkan surat-surat kendaraan.
Dalam waktu bersamaan, salah satu petugas membuka pintu belakang. Tiba-tiba seorang polisi berteriak. Dia mengaku menemukan obat-obatan yang disebutnya narkoba. "Saya bilang itu bukan punya saya. Saya bukan pemakai, apalagi pengedar," ujarnya.
Lita menyayangkan sikap polisi yang langsung menggeledah. Seharusnya polisi menunggu dia ikut melakukan penggeledahan. "Kami dipepet, dibentak-bentak seperti tertuduh," kata dia.
Polisi kemudian meminta agar bagasi kendaraan dibuka. Di sana, ada kotak P3K, sejumlah obat pusing dan obat alergi. Lagi-lagi petugas menuduh obat alergi itu sebagai narkoba. Lita bersikukuh dan menantang dilakukan cek darah dan urine ke rumah sakit. Tapi polisi itu hanya diam. "Saya juga mengajak mereka mengecek obat itu ke apotek 24 jam," ucapnya. Para polisi itu tetap ngotot dan terus membentak. Akhirnya, Lita menelepon adiknya.
Adiknya datang, dan lalu berbicara baik-baik kepada petugas guna meyakinkan kakak dan temannya bukan pemakai obat terlarang. Perdebatan itu berakhir saat adik Lita menyebut kenalannya seorang perwira tinggi di Polda Metro Jaya.
Setelah menyebut nama perwira tinggi itu, sikap polisi-polisi itu berubah drastis. Mereka menjadi lebih santun. "Saya terpaksa, padahal kalau mau dari awal saya bisa sebut, tapi saya ingin melihat dulu," kata Lita.
Lita diperbolehkan pulang. Namun polisi itu lupa membawa 4 butir obat yang disebutnya narkoba. Padahal, obat-obatan itu bukan milik Lita. Dan setelah dicek, ternyata benar itu adalah obat alergi, bukan narkoba.
Versi polisi
Inspektur Dua Johan Hanafi, anggota kepolisian yang melakukan razia di Jalan Bangka mengungkapkan cerita sendiri. Menurut Johan, Selasa kemarin kepolisian memang sedang menggelar operasi resmi bernama "Operasi Cipta Kondisi 2012". Sebanyak 15 petugas melakukan razia di depan Apotek K-24, Jalan Bangka Raya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Pada pukul 01.30 WIB, Briptu Feri Guntara, anggota Patroli Kota dengan nomor mobil 4043, menghentikan sebuah mobil Toyota Kijang Innova warna silver dengan nomor polisi tidak diingat yang dikemudikan oleh seorang perempuan--di mobil bersama perempuan lainnya--yang melintas dari arah Kemang menuju Jalan Bangka.
Kemudian mobil tersebut menepi. Saat itu terlihat pengemudi dan temannya berganti posisi duduk dalam keadaan panik. Briptu Gatot Hariyadi menghampiri mobil tersebut, didahului dengan ucapan salam. Briptu Gatot Hariyadi meminta pengemudi dan penumpang untuk turun dari mobil guna memeriksa isi mobil tersebut.
Gatot menemukan satu plastik klip bening yang berisi satu strip obat. Lalu, Gatot bertanya siapa pemiliki obat tersebut. Perempuan itu berteriak: "Saya dijebak nih. Jangan jebak saya, ya!"
Aipda Teguh Widodo mengatakan, "Mbak, kami melakukan tugas resmi kepolisian dan kami melakukan operasi ini ada surat perintahnya. Apakah Mbak dalam pengaruh minuman keras?"
Perempuan tersebut kembali berbicara dengan nada keras: "Kalian tahu tidak, saya ini kenal dengan banyak pejabat Polri dan saya akan menelepon adik saya yang juga kenal banyak pejabat Polri. Kalian tunggu di sini. Saya juga kenal Pak Wisnu Polda Metro."
Perempuan tersebut lalu diminta untuk mengambil obat dalam plastik yang terletak di karpet jok tengah sebelah kiri. Karena tak juga mengambilnya, maka Gatot mengambil dengan disaksikan Briptu Ferry Guntara dan Aipda Teguh Widodo.
"Pada pukul 02.00 WIB datang seorang lelaki yang disebut adik dari perempuan itu dan langsung menghampiri saya. Sebelum menemui saya, lelaki itu meminta kedua perempuan itu untuk masuk ke mobilnya karena kakaknya masih berbicara dengan nada keras," kata Johan.
Laki-laki itu kemudian bertanya apakah obat tersebut ditemukan di karpet sebelah kiri jok penumpang yang ada di tengah mobil. Aipda Teguh Widodo ikut menjelaskan kepada orang tersebut bahwa setelah dilakukan pengecekan awal di Apotek K-24 yang berada di dekat lokasi tersebut, itu bukanlah obat terlarang melainkan obat alergi.
"Setelah mendapat penjelasan dari saya selaku perwira pengawas yang bertanggung jawab dalam operasi dan Aipda Teguh Widodo selaku Provost, adik perempuan itu meminta maaf kepada saya dan Aipda Teguh Widodo, sambil berkata: "Maafkan kakak saya. Dia memang di pihak yang salah."
Setelah dipastikan itu obat anti alergi, Johan menyerahkan kembali kepada Lita. "Selanjutnya kami bersalaman serta meninggalkan tempat tersebut," ujar dia.
Dalam pelaksanaan Operasi Cipta Kondisi tersebut tidak ada orang maupun barang yang diamankan di Polsek Mampang Prapatan. "Identitas perempuan tersebut belum sempat didata karena yang bersangkutan masih dalam keadaan emosional," katanya lagi.
Dasar hukum razia
Kejadian yang dialami Lita bisa menjadi pelajaran bagi pengguna jalan lainnya. Sebenarnya, banyak warga yang tidak tahu bagaimana aturan polisi dalam melakukan razia di jalan. Selama ini, banyak berkembang cerita adanya modus jebakan narkoba di tengah razia.
Lalu, bagaimana sebenarnya aturan mengenai pemeriksaan atau yang sering disebut razia kendaraan bermotor di jalan?
Pemeriksaan kendaraan diatur dalam PP No 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan. Definisi pemeriksaan, menurut Pasal 1 angka 2 di peraturan itu, adalah "serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa terhadap pengemudi dan kendaraan bermotor mengenai pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan serta pemenuhan kelengkapan persyaratan administratif".
Dalam Pasal 2 disebutkan, pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dapat dilakukan oleh Polisi Negara Republik Indonesia (Polri) dan Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualifikasi tertentu di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Ke depannya, Polda berharap masyarakat tidak menganggap razia dan operasi sebagai sesuatu yang menyulitkan. Penyelenggaraan operasi dilakukan untuk menciptakan keaman dan ketertiban. (Baca juga: Masyarakat tidak perlu takut).
"Kalau mereka takut, maka polisi curiga. Cara bertindak polisi ada aturannya. Muka disenter itu ada SOP-nya. Jadi jangan dibilang marah-marah," kata Rikwanto.
(source:Vivanews210612)
0 comments:
Posting Komentar
Maav apabila belum sempat membalas...